Selasa, 25 Maret 2025

Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak : Antara Visi Besar dan Tantangannya

Pendidikan selalu bergerak, berubah, dan beradaptasi dengan zaman. Di tengah perubahan ini, Program Guru Penggerak (PGP) dan Sekolah Penggerak (PSP) hadir sebagai bagian dari ikhtiar untuk menjadikan pendidikan lebih bermakna. Kedua program ini bertujuan untuk membangun ekosistem pendidikan yang lebih berpusat pada murid, menghidupkan kepemimpinan guru, dan membentuk sekolah yang lebih mandiri serta inovatif.

Namun, sebagaimana setiap perjalanan, implementasi PGP dan PSP tidak selalu berjalan mulus. Ada keberhasilan yang patut diapresiasi, ada pula tantangan yang perlu direfleksikan bersama. Sebagai seorang pendidik yang telah menyaksikan berbagai dinamika pendidikan, saya ingin mengajak kita semua untuk melihat program ini dengan pikiran terbuka, memahami landasannya, meresapi pelaksanaannya, serta merenungkan langkah ke depan.

PGP dan PSP bukan sekadar program teknis, tetapi memiliki akar yang kuat dalam berbagai teori pendidikan. John Dewey (1938) dalam gagasan progresivismenya menekankan bahwa pendidikan harus berbasis pengalaman nyata, bukan hanya hafalan dan instruksi satu arah. Hal ini sejalan dengan semangat Guru Penggerak yang mendorong pembelajaran aktif, reflektif, dan berorientasi pada kebutuhan murid.

Dari perspektif Paulo Freire (1970), pendidikan adalah proses yang membebaskan. Guru bukan sekadar pengisi wadah kosong, tetapi fasilitator yang membangun dialog dengan peserta didik. Maka, dalam konsep Sekolah Penggerak, ada upaya untuk memberikan ruang bagi sekolah dalam menyusun kurikulum berbasis konteks lokal, memungkinkan pembelajaran menjadi lebih bermakna dan relevan.

Tak hanya itu, teori Lev Vygotsky (1978) tentang zona perkembangan proksimal menegaskan pentingnya interaksi sosial dalam pembelajaran. Guru Penggerak didorong untuk menjadi pemimpin pembelajaran yang mampu membimbing muridnya secara bertahap, memberikan tantangan yang sesuai, dan mendukung perkembangan mereka melalui kolaborasi.

Mengamati Implementasi di Lapangan

Saat berbicara dengan rekan-rekan guru di berbagai daerah, saya menemukan bahwa pengalaman dalam mengikuti PGP dan PSP begitu beragam. Ada yang merasakan dampak positif luar biasa—guru menjadi lebih reflektif, berani mengambil inisiatif, dan lebih percaya diri dalam memimpin komunitas belajar. Sekolah yang mengikuti PSP juga mengalami perubahan, lebih fleksibel dalam merancang kurikulum dan lebih fokus pada kebutuhan peserta didik.

Namun, di sisi lain, ada juga guru yang masih beradaptasi dengan pendekatan baru ini. Tidak semua lingkungan sekolah siap untuk menerima perubahan. Beberapa guru menghadapi tantangan dalam mengimplementasikan konsep yang mereka pelajari, terutama ketika dukungan dari lingkungan sekitar belum cukup kuat. Tantangan administratif, kesiapan sumber daya, serta variasi karakteristik sekolah membuat implementasi program ini tidak bisa diseragamkan begitu saja.

Ada pula pertanyaan yang muncul dari rekan-rekan pendidik: Bagaimana memastikan bahwa transformasi ini bukan sekadar proyek sesaat, melainkan benar-benar membangun ekosistem pendidikan yang berkelanjutan? Bagaimana agar program ini dapat merangkul lebih banyak guru dan sekolah yang belum terjangkau?

Menuju Pendidikan yang Lebih Bermakna

Sebagai pendidik, kita memahami bahwa perubahan tidak bisa terjadi dalam semalam. Setiap inovasi membutuhkan waktu untuk berkembang dan menyatu dengan ekosistem yang ada. Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak bukanlah tujuan akhir, tetapi bagian dari perjalanan panjang untuk menciptakan pendidikan yang lebih manusiawi, lebih memberdayakan, dan lebih bermakna.

Kita tidak perlu terburu-buru menilai program ini sebagai keberhasilan atau kegagalan. Sebaliknya, marilah kita melihatnya sebagai sebuah proses belajar bersama. Kita belajar dari praktik baik yang telah terbukti efektif, sekaligus terbuka untuk melakukan perbaikan di area yang masih memerlukan penyesuaian.

Ke depan, keberlanjutan program ini tidak hanya bergantung pada kebijakan formal, tetapi juga pada komitmen kita sebagai pendidik untuk terus bergerak, berbagi, dan berkolaborasi. Pendidikan adalah kerja kolektif, dan setiap guru memiliki peran dalam menghidupkan semangat perubahan ini.

Saya percaya, jika kita terus melangkah dengan niat yang tulus dan hati yang terbuka, pendidikan di Indonesia akan semakin maju. Bukan hanya karena program-program yang diterapkan, tetapi karena guru-gurunya yang terus bergerak, berdaya, dan menginspirasi.

Referensi:

  • Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational Leadership. Psychology Press.
  • Brameld, T. (1965). Education as Power. Holt, Rinehart and Winston.
  • Dewey, J. (1938). Experience and Education. Macmillan.
  • Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. Continuum.
  • Piaget, J. (1973). To Understand is to Invent: The Future of Education. Grossman.
  • Vygotsky, L. S. (1978). Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes. Harvard University Press.

1 komentar:

  1. Satu lagi yang tidak dirasakan oleh guru Penggerak yaitu kita sebetulnya sudah ditempa oleh berbagai praktik baik,ditempa menjadi pemimpin Pembelajaran,dan yang terakhir diharapkan dari Guru Penggerak adalah terus bergerak dan melakukan dan menelurkan berbagai macam Inovasi dengan tujuannya adalah memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa.Sukses selalu Pak Saiful dan terus bisa menginsipirasi Guru Pengerak dan Bapak dan Ibu guru Seluruh Indonesia.Dua Jempol untuk Bapak Saiful.

    BalasHapus