Belajar bukan hanya soal akademik atau teori, melainkan tentang bagaimana kita memaknai kehidupan. Apa yang tertangkap oleh telinga kita—nasihat, kabar, bahkan kritikan—bisa menjadi cermin untuk mengasah kebijaksanaan. Apa yang tampak di mata—kenyataan, keteladanan, hingga ketimpangan—bisa menjadi sumber inspirasi dan introspeksi. Apa yang kita rasa—bahagia, sedih, marah, haru—menjadi pengalaman batin yang membentuk kedewasaan.
Semua itu tak berhenti di sana. Apa yang kita dengar, lihat, dan rasakan perlu dipikirkan, dipahami, lalu dijalani dengan kesadaran. Belajar memahami makna dari setiap kejadian, belajar menanggapi dengan hati yang jernih, dan belajar menjalani hidup dengan tujuan yang jelas akan menuntun kita pada kehidupan yang lebih bermakna.
Kita hidup bukan tanpa arah. Setiap manusia diciptakan dengan tujuan. Ketika kita mampu menjalani hidup dengan penuh kesadaran akan tujuan itu, maka kita pun lebih mudah menerima segala keadaan, menjadikannya ladang amal, bukan sekadar pengalaman kosong. Segala yang kita miliki—waktu, ilmu, keluarga, jabatan, bahkan kesulitan—adalah titipan. Titipan yang harus dijaga karena semuanya adalah amanah.
Amanah itu adalah jalan menuju-Nya. Ketika kita sadar bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka kita akan menjalani kehidupan ini dengan lebih hati-hati, penuh tanggung jawab, dan tidak mudah putus asa. Kebijaksanaan bukan soal usia, melainkan kedalaman rasa syukur dan keikhlasan dalam menjalani peran yang diberikan.
Pesan untuk diri dan saudaraku, terus belajar—belajar untuk menjadi lebih bijak dalam menyikapi hidup. Karena dengan begitu, kita sedang menapaki jalan menuju makna sejati: hidup yang penuh berkah dan ridha-Nya. Amin YRA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar