Setiap awal tahun pelajaran selalu menjadi momen penting dalam kehidupan satuan pendidikan. Bagi peserta didik baru, hari-hari pertama memasuki lingkungan sekolah adalah fase transisi yang tidak mudah: dari dunia lama ke dunia baru, dari yang dikenal ke yang asing. Di sinilah Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) memainkan peran strategis.
Namun pertanyaannya: Apakah MPLS selama ini telah sungguh-sungguh menjadi ruang perkenalan yang menyenangkan dan manusiawi bagi semua peserta didik baru? Atau jangan-jangan, MPLS hanya menjadi rutinitas tahunan tanpa makna mendalam?
Untuk menjawab itu, Surat Edaran Mendikdasmen No. 10 Tahun 2025 hadir sebagai tonggak perubahan besar: menjadikan MPLS Ramah bukan sekadar jargon, tetapi sebuah komitmen bersama.
Namun pertanyaannya: Apakah MPLS selama ini telah sungguh-sungguh menjadi ruang perkenalan yang menyenangkan dan manusiawi bagi semua peserta didik baru? Atau jangan-jangan, MPLS hanya menjadi rutinitas tahunan tanpa makna mendalam?
Untuk menjawab itu, Surat Edaran Mendikdasmen No. 10 Tahun 2025 hadir sebagai tonggak perubahan besar: menjadikan MPLS Ramah bukan sekadar jargon, tetapi sebuah komitmen bersama.
MPLS Ramah adalah bentuk konkret dari paradigma pendidikan yang berpihak pada peserta didik, bukan sekadar kegiatan pengenalan sekolah, tetapi pintu masuk menuju pembelajaran yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan.
Konsep ini menempatkan peserta didik bukan sebagai objek yang dibentuk, tapi sebagai subjek yang dikenali, dihargai, dan diajak bertumbuh. Sejak hari pertama, peserta didik harus merasa: “Saya diterima di sini, saya aman di sini, saya disayangi di sini.”
Dengan kegiatan seperti Gerakan Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, Pertemuan Pagi Ceria, pengenalan profil lulusan, hingga eksplorasi lingkungan sekolah dan sekitarnya, peserta didik dibekali bukan hanya dengan pengetahuan tentang tempat baru, tetapi juga dengan nilai, semangat, dan rasa memiliki terhadap sekolah.
๐Mengapa MPLS Ramah Harus Menjadi Komitmen Bersama ?
Jika kita ingin membentuk generasi yang cerdas dan berkarakter, maka prosesnya harus dimulai sejak hari pertama sekolah. MPLS bukan fase pinggiran yang bisa dilakukan ala kadarnya, tetapi adalah fondasi yang menentukan warna perjalanan pendidikan peserta didik selanjutnya.
Bukti-bukti di lapangan menunjukkan, peserta didik yang disambut dengan ramah, dikenali dengan empatik, dan diajak berinteraksi dengan positif—akan menunjukkan keterlibatan belajar yang lebih tinggi, memiliki hubungan sosial yang sehat, dan lebih cepat beradaptasi terhadap ritme sekolah.
Sebaliknya, peserta didik yang merasa tidak diterima atau mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan di masa orientasi—akan membawa trauma, kecemasan, bahkan perasaan tidak dihargai yang bisa berdampak panjang.
Inilah mengapa MPLS Ramah bukan hanya tanggung jawab panitia atau guru wali kelas, melainkan tanggung jawab moral seluruh warga sekolah.
Bukti-bukti di lapangan menunjukkan, peserta didik yang disambut dengan ramah, dikenali dengan empatik, dan diajak berinteraksi dengan positif—akan menunjukkan keterlibatan belajar yang lebih tinggi, memiliki hubungan sosial yang sehat, dan lebih cepat beradaptasi terhadap ritme sekolah.
Sebaliknya, peserta didik yang merasa tidak diterima atau mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan di masa orientasi—akan membawa trauma, kecemasan, bahkan perasaan tidak dihargai yang bisa berdampak panjang.
Inilah mengapa MPLS Ramah bukan hanya tanggung jawab panitia atau guru wali kelas, melainkan tanggung jawab moral seluruh warga sekolah.
Siapa yang Terlibat, dan Apa yang Mungkin Perlu Dibenahi?
๐MPLS Ramah sebagai Budaya Baru
Kita harus menempatkan MPLS Ramah bukan sebagai proyek tahunan, melainkan sebagai permulaan budaya baru pendidikan Indonesia yang lebih manusiawi. Sekolah bukan pabrik pengetahuan. Sekolah adalah rumah kedua—tempat anak-anak belajar menjadi manusia bijak.
Dengan menyambut mereka secara utuh: jasmani, emosi, dan sosial, kita tidak hanya mengantarkan mereka pada ruang kelas, tetapi juga pada pengalaman belajar yang membuat mereka ingin bertumbuh, bersama, dan berkontribusi.
๐Sekolah Sebagai Komunitas yang Ramah
Semua warga sekolah harus memahami bahwa keberhasilan MPLS Ramah bukan sekadar pada lancarnya kegiatan selama lima hari, tapi pada jejak rasa yang tertinggal di hati peserta didik baru.
Apakah mereka merasa diterima?
Apakah mereka merasa dihargai?
Apakah mereka merasa aman?
Karena dari rasa-rasa itulah akan tumbuh peserta didik yang tidak hanya pintar, tetapi juga punya karakter, empati, dan semangat belajar yang kuat.
Mari bersama menghidupkan MPLS Ramah.
Bukan hanya sebagai kewajiban administrasi, tetapi sebagai napas baru bagi ekosistem pendidikan yang lebih berpihak pada anak dan kemanusiaan hingga tercipta weel being ekosistem sekolah.
Kita harus menempatkan MPLS Ramah bukan sebagai proyek tahunan, melainkan sebagai permulaan budaya baru pendidikan Indonesia yang lebih manusiawi. Sekolah bukan pabrik pengetahuan. Sekolah adalah rumah kedua—tempat anak-anak belajar menjadi manusia bijak.
Dengan menyambut mereka secara utuh: jasmani, emosi, dan sosial, kita tidak hanya mengantarkan mereka pada ruang kelas, tetapi juga pada pengalaman belajar yang membuat mereka ingin bertumbuh, bersama, dan berkontribusi.
๐Sekolah Sebagai Komunitas yang Ramah
Semua warga sekolah harus memahami bahwa keberhasilan MPLS Ramah bukan sekadar pada lancarnya kegiatan selama lima hari, tapi pada jejak rasa yang tertinggal di hati peserta didik baru.
Apakah mereka merasa diterima?
Apakah mereka merasa dihargai?
Apakah mereka merasa aman?
Karena dari rasa-rasa itulah akan tumbuh peserta didik yang tidak hanya pintar, tetapi juga punya karakter, empati, dan semangat belajar yang kuat.
Mari bersama menghidupkan MPLS Ramah.
Bukan hanya sebagai kewajiban administrasi, tetapi sebagai napas baru bagi ekosistem pendidikan yang lebih berpihak pada anak dan kemanusiaan hingga tercipta weel being ekosistem sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar