Jumat, 27 Juni 2025

Menjadi Guru dan Pemimpin Pendidikan yang Tangguh di Era Disrupsi

Oleh: Syaiful Rahman

Kita tengah hidup di zaman yang bergerak cepat-era disrupsi, di mana perubahan tak lagi berjalan linier, tetapi eksponensial. Teknologi berkembang begitu pesat. Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) hadir tidak hanya sebagai alat bantu, tetapi juga sebagai mitra yang menggeser cara manusia bekerja, belajar, bahkan berpikir. Di saat yang sama, dunia global menuntut spesifikasi kompetensi yang semakin kompleks, sementara di sisi lain, permasalahan sosial dan psikologis peserta didik semakin berlapis akibat dampak media sosial dan lingkungan yang tak menentu

Di tengah arus yang deras ini, pendidikan menjadi medan yang paling strategis sekaligus paling menantang. Dan di titik sentralnya, berdiri sosok guru.

Profesionalisme Guru: Antara Idealitas dan Realitas

Profesionalisme guru saat ini tidak hanya diukur dari kepemilikan sertifikat, tetapi dari sejauh mana guru mampu menjadi pembelajar sejati, reflektif, adaptif, dan kontributif dalam menghadapi perubahan. Guru profesional adalah mereka yang tidak hanya mengajar, tetapi menginspirasi.Tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi memfasilitasi tumbuhnya karakter dan kompetensi abad 21 dalam diri peserta didik.

Namun idealitas ini sering berbenturan dengan realitas. Banyak guru masih butuh beradaptasi dalam literasi digital, terfasilitasinya dalam pelatihan yang bermakna, dan tak jarang pula harus menghadapi kebijakan yang berubah-ubah tanpa waktu adaptasi yang memadai. Situasi ini menciptakan kelelahan sistemik dalam dunia pendidikan yang semestinya menjadi ruang harapan.

Tuntutan Adaptasi di Tengah Ketidakpastian

Adaptasi bukan lagi pilihan, melainkan keniscayaan. Guru dan kepala sekolah perlu mengembangkan resiliensi profesional—kemampuan untuk tetap tangguh, reflektif, dan solutif di tengah tekanan perubahan. Ini bukan hanya tentang kemampuan teknis atau penguasaan kurikulum semata, tetapi juga tentang mentalitas pembelajar yang rendah hati, terbuka terhadap perubahan, dan berani mencoba hal-hal baru untuk keberhasilan pendidikan anak-anak bangsa.

AI, misalnya, tak seharusnya dilihat sebagai ancaman, tetapi sebagai mitra strategis yang dapat mendukung proses pembelajaran yang lebih personal, efisien, dan bermakna. Tapi itu hanya bisa dicapai bila guru memiliki literasi digital dan keberanian untuk menjelajah zona baru.

Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan

Di tengah kompleksitas ini, kepala sekolah dan pengelola pendidikan tak cukup hanya menjadi manajer administratif. Kita membutuhkan pemimpin yang transformasional—pemimpin yang mampu menginspirasi, menciptakan visi bersama, serta mendorong perubahan budaya di sekolah. Kepemimpinan yang berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia, bukan hanya pada pelaporan formalitas birokrasi.

Pemimpin transformasional hadir bukan dengan perintah, tetapi dengan keteladanan. Mereka memahami bahwa perubahan tidak bisa dipaksakan dari luar, tetapi harus tumbuh dari dalam. Maka mereka hadir bukan hanya sebagai penggerak, tetapi juga sebagai pendamping dan pelayan.

Pelatihan yang Berdampak dan Inklusif

Pelatihan yang berdampak menjadi kunci penguatan kapasitas guru dan kepala sekolah di era disrupsi. Lebih dari sekadar penyampaian materi, pelatihan perlu menjadi ruang kolaborasi, refleksi, dan praktik nyata yang relevan dengan kebutuhan di lapangan.

Agar inklusif, pelatihan idealnya terbuka bagi lebih banyak pendidik, tidak terbatas pada kelompok tertentu. Pendekatan andragogi, pembelajaran berbasis masalah, serta pendampingan berkelanjutan seperti coaching, mentoring, dan komunitas praktik perlu diperkuat sebagai budaya belajar yang hidup.

Dengan demikian, pelatihan bukan hanya memberi pengetahuan baru, tetapi juga menumbuhkan semangat perubahan dari dalam dan memperkuat ekosistem pendidikan secara menyeluruh.

Sebuah Renungan untuk Kita Semua

Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, kita tidak bisa berharap pada satu pihak saja. Pendidikan adalah urusan kolektif, tanggung jawab kita bersama sebagai bangsa. Dibutuhkan guru-guru tangguh, kepala sekolah yang visioner, kebijakan yang berpihak pada pengembangan kualitas manusia, serta masyarakat yang menghargai profesi pendidik.

Menjadi guru di era ini bukan sekadar pekerjaan, tetapi peran peradaban.

Kita mungkin tidak bisa mengubah arah angin, tetapi kita bisa menyesuaikan layar perahu kita. Mari terus belajar, bertumbuh, dan bergerak bersama menuju pendidikan yang memanusiakan, memerdekakan, dan mencerdaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar